Alone(?)

By chikitadinda - 22.39

Gue selalu bersyukur kenapa tidak sedang disandingkan dengan seseorang ketika gue lagi ada dimasa dimana gue kehilangan sesuatu. Gue bakal ngelewatin semua itu sendirian. Tanpa ada seseorang yang spesial bantu gue untuk bangkit atau setidaknya ada yang bilang, "tenang. Ada  gue disini". Atau paling nggak ada yang sok-sokan megang tangan gue sambil natap mata gue mengisyaratkan gue akan baik-baik saja. *Oke yang ini mulai kayak cerita FTV.

Gue adalah tipe orang yang sebenernya nggak bisa sendirian. Nggak bisa mengahadapi masalah sendiri karena gue seperti punya sugesti, bahwa orang lain hadir buat ngebantuin kita. Ntah dia akan berkontribusi atau tidak.

Saat gue punya partner, gue selalu merasa dia berpengaruh besar dalam hidup gue. Ntah dengan cara dia dengerin curhat gue, nemenin gue pas lagi suntuk, ngajak nonton makan dan lain sebagainya. Gue seperti punya temen yang bisa gue ajak untuk menikmati masalah gue meskipun nggak secara langsung.

Ngomong-ngomong masalah kehilangan, rasa sakit merasa sendirian ditinggal orang yang gue sayang muncul pertama kali saat gue kelas 4 SD.

Masih sangat jelas apa yang terjadi siang itu. Setiap detik dari video yang terekam di memori gue selalu muncul ketika gue lagi kangen sama dia.

Hari itu hari kamis. Tahun 2006. Gue sangat hapal baju apa yang gue pake saat itu. Batik dan rok warna merah khas anak SD. Duduk di bangku ketiga dari depan, saat pelajaran matematika. Nama gue disebut oleh salah satu adek kelas yang juga tetanggaku.

"Mbak Tata (nama kecilku) disuruh pulang sama mamanya. Kakungnya meninggal."

Oke gue nggak sampe pingsan saat itu.
Oke gue nggak nangis di tempat saat itu.

Tapi satu perasaan yang gue ingat dan akan selalu berasa sama saat putaran video itu secara tidak sengaja terputar di otakku, aku merasa kehilangan. Sangat dalam.

Laki-laki yang selalu nemenin gue saat papa mama sibuk kerja.
Laki-laki yang selalu nanyain gue udah makan apa belom sepulang sekolah.
Laki-laki yang rela beliin gue energen karna alasan lagi pengen banget makan energen meski tanpa diseduh pake air.
Laki-laki yang mandiin gue dengan bau rokok yang melekat di telapak tangannya.
Laki-laki yang selalu bikin macem-macem barang/perabotan supaya dia punya kesibukan di rumah.
Laki-laki yang gue yakin dia sayang banget sama gue meskipun nggak pernah bilang ke gue secara gamblang.

Gue pulang langsung masuk kamar.

Dengan orang yang berlalu lalang sibuk mengurusi segala macam keperluan yang harus disiapkan ketika ada orang yang meninggal.
Aku duduk menyandar tembok kamar.

Meraih hp layar kuning butut yang kutahu itu hanya berfungsi untuk bermain game. Berusaha seperti sedang mengabari seseorang bahwa hari ini aku telah ditinggal salah satu laki-laki yang kusayang.



Gue mungkin masih kecil. Masih belum merasa sangat terpukul akan kehilangan seseorang dalam hidup gue. Tapi yaa Allah tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuan seorang hamba.

Dan inilah gue. Di awal tahun 2013.

Dengan perasaan senang karena udah masuk SMA favorit di kota gue, dengan stu semester berlalu, akhirnya sampai di ulang tahun gue ke 16.

6 Februari 2013.

Gue ulang tahun.

Hari itu hari Rabu. Dan itu adalah pertama kalinya gue dikasih cowo kado pas ulang tahun gue.

Dia tau banget gue suka nulis dan baca, sehingga mungkin dia memutuskan untuk ngasih gue novel.

Tapi bukan itu inti ceritanya..

Seminggu kemudian, gue nggak merasa ada yang aneh dari hidup gue. Gue berangkat sekolah dengan suasana hati yang biasa. Nggak seneng nggak sedih. Gue tetep dengan sepenuh hati masuk sekolah dan ngayuh sepeda gue dengan biasa-biasa aja.

Hari itu gue drama Bahasa Inggris. Gue jadi tokoh utama Cinderela modern yang kehilangan sepatunya dan pada akhirnya akan bertemu dengan pangeran impiannya.

Sampai gue dipanggil ke ruang TU karna ada yang nyari gue. Sumpah, saat itu drama gue bahkan masih 1/3 dimulai.

"Chikita, dipanggil ke ruang TU. Dicari masnya"

Oke gue mulai merasa aneh. Gue nggak punya mas btw.

Dan gue tetap tenang dan berusaha untuk menjernihkan pikiran gue sambil komat kamit "Nggak bakal ada masalah serius. Gue cuma dipanggil ke TU"

Sampai akhirnya gue denger berita yang bahkan gue nggak denger secara jelas. Gue lemes. Kaki gue lemes. Gue udah nggak bisa berdiri lagi. Pengen pingsan tapi gue nggak bisa. Mulut gue cuma bisa teriak dan meronta. Air mata udah keluar kemana-mana.

Gue kacau balau saat itu.

"Papa kamu meninggal. Barusan"

.
.
.

Dan saat itu gue sendirian.
Gue sedang tidak bersama siapa-siapa yang berpotensi bakal nguatin gue, Nguatin hati gue.

Gue pulang dengan hati yang bener-bener patah.

Gue kehilang lagi, sosok laki-laki yang gue sayang.

Satu-satunya laki-laki yang gue percaya dalam segala hal. Yang gue percaya bahwa cinta itu bisa tumbuh di hati seorang laki-laki.





Papa,
mungkin aku bukan anak terbaik seperti yang kamu harepin.
Bukan anak sempurna seperti kakak yang bisa nurut apa maumu, membanggakanmu.
Tapi, aku bakalan jadi anak yang dengan segenap hati membuatmu bangga dengan versiku sendiri.

Dari yang sedang merindukan laki-laki hebatku,
-Chiki-


  • Share:

You Might Also Like

0 comments