Prophetic Parenting for Boys: #1 Mendidik Anak Laki-Laki Hingga Usia 2 Tahun

By chikitadinda - 15.17

Dalam rangkaian tulisan bertajuk "Prophetic Parenting for Boys", aku akan share hasil belajar dari buku karangan Abu Abdurrahman Al-Faruq berjudul "Cara Nabi Muhammad SAW Mendidik Anak Laki-Laki". Harapannya bisa kubaca ulang dikemudian hari dan semoga bisa bermanfaat juga buat kalian yang dapet artikel ini untuk tambahan ilmu.


"Usia 0 sampai 2 tahun termasuk dalam rentang usia emas (golden age) bagi anak. Karena itu manfaatkanlah kesempatan berharga ini dengan sebaik-baiknya. Isi lembaran putihnya dengan tinta keimanan. Warnailah jiwanya dengan kekokogan tauhid, keindahan akhlak, dan keluasan kasih sayang." --Abu Abdurrahman Al-Faruq

- Menyambut Kelahiran Buah Hati

Ketika mulai tampak tanda-tanda kehidupan dalam rahim -usia kandungan berkisar 4 bulan- kita dapat mengajak anak dalam rahim untuk berkomunikasu. Kita dapat mengajaknya bermain, bercanda, berbincang, mengaji, berkisah, kendati ia belum mampu menjawab, kecuali sekedar gerakan lembut dan tendangan kaki, tangan, maupun sundulan kepala.

Dalam kondisi ini hendaknya kita tidak melakukan ritual-ritual yang tidak disyariatkan demi mendapat keridhaan dan keberkahan dari Allah SWT. Ritual yang disyariatkan dalam menyambut kelahiran bayi hanyalah aqiqah, mencukur rambut dan memberi nama, serta bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya.

Kita perlu mempersiapkan diri dan menata hati untuk:
  1. Pertama, ridha atas apapun takdir Allah SWT tetapkan atas bekal anak dan ibunya. Sebab seorang wanita yang sedang menjalani proses persalinan pada hakikatnya tengah berada diantara titik kehidupan dan kematian.
  2. Kedua, ridha atas ketetapan-Nya dalam menetapkan jenis kelamin anak kita. Ketika anak lahir, selamat dan tak kurang satu apapun, entah lahir normal maupun sesar, laki-laki maupun perempuan; selayaknya kita menyambutnya dengan sukacita dan penuh syukur kehadirat-Nya. Kebanyaka barangkali sangat menginginkan memiliki anak laki-laki -untuk kehamilan pertama- padahal boleh jadi anak perempuan justru lebih membawa kebaikan untuk kita.
  3. Ketiga, ridha dengan ketetapan Allah SWT jika ternyata Dia menghendaki ketidaksempurnaan fisik pada anak kita. Kita tidak pernah tahu jika anak yang kurang sempurna fisiknya itulah yang kelak justru menjadi penyejuk mata kedua orangtuanya, baik di dunia maupun di akhirat.

- Tahniah (Ucapan Selamat)

Imam Hasan Al-Bashri mengajari sebuah doa:

"Semoga engkau diberkahi atas apa yang telah diberikan kepadamu. Semoga engkau bersyukur kepada Yang Memberi. Semoga engkau diberi rezeki dengan kebaikannya. Dan semoga ia mencapai masa balighnya."

Dan orang yang diberi ucapan selamat hendaknya menjawab dengan ungkapan:

"Semoga Allah juga memberkahimu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengaruniakan kepadamu sepertinya dan melipatgandakan pahalamu."

- Adzan di Telinga Bayi

Melantunkan adzan (ditelinga kanan) dan iqamah (ditelinga kiri) merupakan kebaikan -jika dibandingkan dengan memperdengarkan suara musik. Hal ini karena bayi diibaratkan sebagai kaset kosong. Sebelum dia terisi perkara-perkara lain, terlebih dahulu diperdengarkan kalimat-kalimat tauhid melalui lantunan adzan dan iqamah.

- Ketika yang Terlahir Anak Laki-Laki

Ketika Allah SWT mengaruniakan anak laki-laki, bersyukurlah dan berusahalah mendidiknya dengan baik agar kelak ia menjadi penyejuk mata, baik ketika kita masih hidup maupun kelak ketika telah tiada. Demikian pula ketika anak yang lahir ternyata perempuan, tetaplah bersyukur walaupun kita sangat menginginkan anak laki-laki.

Kemuliaan dan kabahagiaan seseorang tidak ditentukan oleh anak laki-laki ataupun perempuan. Kelak, waktulah yang akan menjawabnya, terutama ketika kita memasuki usia senja, bahkan ketika kita telah tiada. Siapakah diantara anak-anak kita itu yang benar-benar menjadi penyejuk mata di dunia dan mendoakan kita tanpa kenal lelah sehingga pahala demi pahala mengalir menemani kita saat menghadap-Nya? Waktulah yang akan menjawabnya.

- Menyuapi dengan Kurma (Tahnik)

Menyuapi bayi yang baru lahir dengan kurma yang dilumatkan dan dicampur air ludah atau lazim disebut tahnik merupakan sunah Nabi Muhammad SAW. Bayi diberikan suapan lumatan kurma itu sebelum ia mengkonsumsi ASI agar memiliki kekuatan untuk menghisap ASI. Ilmu pengetahuan modern juga memberikan argumentasi bahwa kurma yang dikunyah dan bercampur dengan air ludah kadar gulanya menjadi meningkat dan mengenyangkan si bayi.

Selain sunah menyuapi bayi dengan kurma (tahnik) sebelum diberi ASI, yakni sunah membawa bayi kepada orang shalih dan meminta doanya.

- Memberikan Nama Terbaik Untuknya

Nama merupakan doa dan kebanggan bagi penyandangnya. Sebagai orangtua, selayaknya kita memberikan nama terbaik untuk anak-anak kita. Kalaupun terlanjut memberikan nama yang kurang baik bisa menggantinya dengan yang lebih baik sebagaimana Rasulullah SAW, baik itu nama orang, nama kota, ataupun yang lainnya.

Sungguh, kita tidak menafikan atau merendahkan orangtua yang telah memberikan nama kepada kita. Akan tetapi, kalau memang nama itu memiliki makna yang kurang bagus, apalagi mengandung makna kemungkaran atau kemaksiatan kepada Allah SWT -karena ketidaktahuan orangtua kita dulu ketika memberikan nama- tiada mengapa kita menggantinya.

- Menunaikan Aqiqah dengan 2 Ekor Kambing

Terkait kelahiran bayi, Islam tidak mengajarkan ritual-ritual khusus seperti ketika bayi berusia sepekan, selapan (35 hari), sekian bulan, dan sebagainya. Islam hanya memerintahkan untuk melakukan aqiqah, yakni menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran bayi.

Berdasarkan hadis Rasulullah SAW, dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan menurut pendapat mayoritas ulama. Kendati demikian, dalam riwayat Imam Abu Dawud dari Ibnu Abbas, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah mengaqiqahi Hasan dan Husain masing-masing seekor kambing kibas.

Pada hari ketujuh kelahirannya, disembelihkan kambing aqiqah kemudian dagingnya dimasak dan dibagi-bagikan kepada tetangga. Adapun shahibul aqiqah boleh memakannya maksimal sepertiga.

Diantara hikmah aqiqah sebagaimana disebutkan Ad-Dahlawi dalam Hujjatullahil Balighah adalah sebagai cara oemberitahuan garis keturunan dengan cara yang baik agar tidak menimbulkan fitnah.

Bagaimana bila belum mampu mengaqiqahi pada hari ketujuh? Aqiqah dilaksanakan pada hari ke-14. Apabila masih belum mampu juga, pada hari ke-21, menurut pendapat Madzhab Hanbali. Imam Asy-Syafi'i menegaskan bahwa aqiqah tidak gugur dengan menundanya, tetapi disunahkan tidak ditunda hingga melewati usia baligh. an jika telah melewati usia baligh, gugurlah kewajiban aqiqah tersebut (bagi orangtuanya). Adapun yang bersangkutan diberikan kebebasan melaksanakan aqiqah untuk dirinya sendiri. Wallahu A'lam Bishshawab.

- Kencing Bayi Laki-Laki

Rasulullah bersabda:
"Kencing bayi perempuan itu dicucui, sedangkan bayi laki-laki diperciki." (H.r. Abu Dawud dan An-Nasa 'i)

Dengan memahami hukum syariat yang mulia ini, kita dapat menyikapinya dengan bijak ketika sedang menggendong anak laki-laki kita. Ketika dia mengompol dan mengenai pakaian kita, selama tiada makanan lain selain ASI, cukup kita memerciki pakaian yang terkena najis itu dengan air. Dan itu dilakukan oleh sebaik-baik manusia, yakni Rasulullah SAW.

- Penyusuan Hingga Usia 2 Tahun

"وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ"
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..." (Q.S. Al-Baqarah: 233)

Ayat tersebut merupakan bimbingan dari Allah SWT bagi para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna selama 2 tahun. Setelah itu tidak disebut penyusuan.

Sungguh, terkadang orangtua yang kurang bersabar. Ketika mendengar bayinya menangis rewel dan enggan menyedot ASI, lantas berputus asa dan mengambil jalan pintas dengan memberinya susu formula. Padahal, dengan segenap kesabaran, lama-kelamaan anak akan menyusu juga sesuai fitrahnya sebagai seorang bayi.

Menyusu merupakan hak bayi dan tanggungjawab orang tua, yakni ayah. Apabila seorang ibu enggan menyusui anaknya, maka ayah perlu mencarikan ibu susuan yang bisa jadi membutuhkan upah.

Syariat memerintahkan agar penyusuan dilakukan selama 2 tahun (qamariyah), setelah itu silahkan menyapihnya. Terkecuali ada sebab lain semisal hamil lagi, maka setelah melewati ASI eksklusif selama 6 bulan, perlu dimusyawarahkan kembali dengan suami atau meminta nasihat dokter ahli terkait sampai usia berapa anak akan tetap menyusu. Boleh jadi, sebelum 2 tahun sudah harus disapih demi kemaslahatan sang ibu, si bayi, dan bakal adiknya.

- Syariat Khitan

Para ulama memiliki 3pendapat terkait syariat khitan. Pertama, wajib bagi laki-laki dan perempuan. Kedua, dianjurkan bagi keduanya. Ketiga, wajib bagi laki-laki dan dianjurkan bagi perempuan.

Usia berapa anak sebaiknya dikhitan? Sejak usia 7 hari, anak sudah bisa dikhitan. Diriwayatkan oleh Imam Ath Thabarani dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, "Rasulullah SAW melakukan aqiqah atas Hasan dan Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (kelahirannya).

Adapun mengkhitan pada hari pertama kelahiran hukumnya makruh, kata Ibnu Al-Jauzi, karena perbuatan itu merupakan perilaku kaum Yahudi. Kalau dinalar, mengkhitan pada hari pertama rasanya juga kurang manusiawi. Sebab, bayi yang lahir ke alam dunia itu menangis dan membutuhkan belaian kasih sayang. Kalau kemudian dikhitan tentu saja akan memberikan rasa sakit padanya. Lain halnya bila telah berusia 7 hari, setidaknya dia telah merasakan belaian kasih sayang dari orang-orang disekitarnya.

Kendati termasuk kategori sunah, tetapi menurut mayoritas ulama, khitan hukumnya wajib karena merupakan syiar agama. Dengan khitan, dapat dibedakan antara muslim dengan kafir.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments